BOGOR, INFODESAKU – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor, gandeng 38 Kepala Desa, dan Bidan desa bentuk Kader Kelompok Pendukung (KP) Air Susu Ibu (ASI) di tiap desa, untuk mencegah terjadinya kasus stunting, kecacatan otak, dan kematian bayi di Kabupaten Bogor. Pada Jum’at (18/10) lalu.
Berdasarkan hasil monitoring evaluasi, saat ini terjadi penurunan budaya menyusui pada masyarakat Ibu Menyusui (Busui) di Kabupaten Bogor.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dede Agung Priatna menjelaskan, faktor penyebab stunting adalah kurang gizi, dan banyak akibat dari stunting. Mulai dari tinggi badan pendek (kuntet), cacat otak, perkembangan organ tidak berkembang optimal, hingga kematian pada bayi.
“Tidak ada obat yang dapat mengobati stunting, salah satu cara efektif adalah pemberian ASI Ekslusif secara maksimal kepada bayi usia 0-2 tahun. Untuk itu, perlu diaktifkan kembali pemberian ASI oleh masyarakat ibu menyusui. Melalui Kader ASI ditiap desa kami berharap tidak ada lagi kasus stunting maupun kematian bayi di Kabupaten Bogor,” tegas Dede.
Dede menambahkan, saat ini pihaknya baru fokus pembentukan kader di 38 desa yang tersebar di Kabupaten Bogor. Karena di 38 desa tersebut, masuk dalam zona rawan stunting. Hal ibu berdasarkan kajian data, yakni data indikator pemantauan tubuh kembang di posyandu, data keluarga rawan, dan data kemiskinan.
“Peran ASI sangat luar bisa, tetapi masih banyak masyarakat yang tidak mau memberikan asi kepada anakkya karena faktor budaya, sosial, pendidikan, dan kurangnya pengetahuan. Melalui Kades dan Bidan Desa, untuk segera bentuk kader KP-ASI diperkuat dengan SK Kades. Dikegiatan posyandu, puskesmas, kelas ibu,kelas ibu dan lainnya. Kami berharap itu menjadi pendukung rogram ASI oleh seluruh masyarakat khususnya ibu menyusui, tegasnya.
Ditempat yang sama, Nutrisios Madya Dinskes Jabar, Dian Anggorowati mengatakan, saat ini kasus kematian bayi di Jabar 54 persen disesbkan oleh kekurangan gizi yang cukup lama. Kurang gizi itu sendiri disebabkan praktek pemberian makanan yang tidak benar oleh masyarakat terhadap bayi dan balitanya. Serta budaya masyarakat yang lebih memilih susu formula daripada pemberian ASI Ekslusif.
“Maka pembentukan kader KP-ASI ini sangat penting dan wajib dilakukan, resikonya bayi lahir dengan kondisi normal pun bisa terkena stunting. Jika tidak diberikan asupan gizi yang maksimal salah satunya pemberian ASI. Karena hingga saat ini belum ada satu pun di dunia yang bisa menciptakan produk yang kandungan gizi yang sama dengan ASI,” ungkap Dian.
Menurutnya, nantinya kader KP-ASI akan berperan dalam mengoptimalkan dan membantu ibu hamil dan ibu menyusui, mengenai manfaat dan pentingnya ASI untuk tumbuh kembang anak. Mereka harus aktif mensosialisasikan pemberian ASI, untuk percepatan sadar ASI Ekslusif di masyarakat. Tingkatkan konseling dan penyuluhan dibergai kegiatan posyandu dan puskesmas. Serta lakukan jemput bola kunjungan rumah khusnya masyarakat ibu menyusui dan ibu hamil untuk memotivasi mereka untuk lakukan pemberian ASI Eklusif kepada bayi dan balitanya,” cetusnya.
Sementara itu, Kasi Kesga dan Gizi Dinkes Kabupaten Bogor, Evawargi memaparkan, untuk mempercepat pembentukan kader KP-ASI di Kabupaten Bogor, yakni dilakukan melalui. Perda KIA No.5 tahun 2018 tentang kesehatan ibu dan bayi, optimalisasi kelas ibu, komitmen setiap Kepala Desa, Perangkat Daerah (PD) dan swasta untuk membuat ruang meyusui di sudut-sudut kantor.
“Untuk melahirkan generasi emas yang sehat, harus dimulai dari kta dan lingkungan. Kami berharap dengan komitmen bersama, untuk membentuk dan mengoptimalisasi kader KP-ASI. Kita akan terbebas dari ancaman stunting dan kematian bayi,” imbuhnya.
Laporan : Nimbrod/ Epf/D