Stagnasi Pengelolaan Perburuhan di Kabupaten Garut Akibat Gagalnya Skema Pemerintahan Daerah Garut

Penulis : Yudi Dirhamsyah

Ketua Bidang Penelitian Dan Pengembangan ( FSPG )

Federasi Serikat Pekerja Garut ( FSPG ) lahir atas latar belakang buruknya pengeloaan perburuhan di wilayah garut dalam  10 tahun terakhir. Buruknya pelayanan publik di sector perburuhan memberikan stimulus negatif terhadap perkembangan nasib perburuhan yang justru kehilangan Stakeholder yang bisa memperjuangkan secara komperhensif tentang bagaimana secara formil atau materil memperjuangkan hak-hak buruh terhadap pengusaha.

FSPG menilai kualitas pelayanan publik dari sektor pemerintahan daerah garut sama sekali tidak memiliki skema kualitatif untuk memenuhi standar-standar kelayakan buruh, stagnasi pada level tripartit daerah, buruknya skala upah yang disusun melalui dewan pengupahan serta pembiaran yang dillakukan oleh pemerintahan daerah terkait bagaimana caranya mengelola perusahaan-perusahaan yang masih menjalankan kebijakan dibawah normatif. Kondisi ini di perburuk dengan tidak adanya database yang koheren sebagai data awal bagaimana melakukan pemerintahan Garut tidak memiliki Planning Assessment terhadap long dan short term solution untuk meng katrol nasib buruh baik yang sifatnya refresif ataupun preventif.

FSPG juga menilai bahwa tingkat kesadaran Perusahaan teradap kepatuhan Perundang-undangan sama sekali tidak bisa ter kuantifikasi dengan ideal sehingga buruh dalam kondisi terpuruk dan mati suri terkait bagaimana cara melakukan perbaikan nasib mereka yang ter ekploitiasi tanpa ada proses advokasi yang jelas, terarah, bermetodologi dan memiliki tujuan perbaikan yang terukur. Kondisi aksesabilitas pemerintahan di bidang ketenagakerjaan justru stagnan di willayah kekurangan anggaran dan SDM serta tidak tepatnya pengisian jabatan dibidang ketenagakerjaan yang menjadikan semakin kronis nya permasalahan-permasalahan buruh yang ada di kabupaten Garut.

Menghadapi hari buruh sedunia ( mayday ) 1 Mei 2019 FSPG lebih memilih untuk tidak melakukan aktivitas aksi, orasi dan audensi. Buruknya managemen perburuhan oleh pemerintahan daerah adalah kondisi fundamental yang menjadikan FSPG lebih memilih vakum dan mencoba merencanakan program strategis dan tepat sasaran paska 1 mei 2019 untuk memaksa instrumen pemerintah bisa melakukan look back terhadap seluruh kinerja dibidang ketenagakerjaan. Pembentukan lembaga tripartit dan Dewan Pengupahan daerah yang sampai saat ini stagnan adalah bentuk ketidakmampuan pemerintahan dalam melihat urgensi permasalahan buruh yang seharusnya mendapatkan perhatian exstraordinary.

Kondisi keluarbiasaan masalah di dunia ketenagakerjaan di kabupaten garut harusnya linear dengan bagaimana pemerintah menyiapkan seluruh instrumen base on peraturan yang ada atau membuat diskresi-diskresi untuk percepatan pemulihan keadaan buruh ke wilayah normative yang selama ini menjadi masalah klasik dan seoalah tidak mendapatkan tempat di pemerintahan.

Struktur Apindo kabupaten garut dan unsur akademis yang tidak berubah-ubah selama ini menyebabkan evaluasi mengalami pembekuan, lembaga-lembaga hanya dibuat sebagai pemenuhan portofolio Bupati saja yang secara substantif justru tidak mengalami perubahan yang baik bahkan cenderung jalan ditempat. Sense of culture government dalam bidang ketenagakerjaan dinilai FSPG adalah gagal total. Sinergitas Disnaker dan pengawasan ketenagakerjaan yang menurut FSPG berdasarkan pengamatan kasus mengalami kegagalan komunikasi dan bahkan fungsi sehingga kondisi ini menjadikan carut marutnya sistem formal yang seharusnya sistematis untuk menjadi satu kesatuan dalam perbaikan perburuhan di kabupaten garut terutama pemenuhan hak normatif.

Dalam eksitensinya FSPG juga menyoroti kinerja dari DPRD Garut yang membidangi ketengakerjaan yang dinilai 0% dalam memetakan permasalahan perburuhan untuk diangkat ke dalam rencana produk kebijakan Peraturan daerah. Pemerintahan baik eksekutif dan legislatif memiliki kewenangan dan bahkan exstra anggaran ketika para pihak menempatkan solusi perburuhan menjadi prioritas utama. Kompleksitas permasalahan yang FSPG sampaikan memang perlu keseriusan Pimpinan daerah untuk melihat secara formil tentang bagaimana caranya melakukan mitigasi yang terencanakan dalam setiap kebijakan-kebijakan publik kedepan.

FSPG sebetulnya sudah menyiapkan outline dan tentunya framework untuk memberikan masukan konkrit ke pemerintahan daerah yang tentunya butuh waktu pemerintah untuk mendengarkan, menganalisa dan memutuskan langkah kedepan. Semoga bupati Garut Rudy Gunawan, S.H., M.H melihat konteks materil nya sehingga bisa memiliki waktu untuk buruh dalam wadah FSPG dan stigma Bupati Garut bukan sebagai Bapak buruh di wilayah Garut bisa tereduksi dengan kerja nyata sebagai kewajiban Bupati dalam hal memastikan peraturan perundang-undangan di dunia perburuhan dapat teraplikasikan secara menyeluruh.

Related posts

Plt Bupati Bogor Iwan Setiawan Launching RW Bersih Narkoba Satu-satunya se-Jawa Barat

11 Inovasi Yang Sukses Jadikan Desa Sukamaju Masuk 5 Besar Desa Terbaik Tingkat Jawa Barat Tahun 2023

Inovasi Salam Besti Signifikan Turunkan Angka Stunting, Desa Sukamaju Sukses Masuk 5 Besar Desa Terbaik Tingkat Jabar 2023