Raden Tumenggung (RT) Jayeng Tirtonoto Pendiri Masjid Agung Baitunnur Blora

BLORA, INFODESAKU – Babakan Masjid, berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat sujud yang didirikan secara khusus sebagai tempat beribadah kepada Allah SWT, khususnya untuk mengerjakan shalat. Istilah masjid berasal dari kata sajada-yasjudu yang berarti bersujud atau menyembah.

Foto Masjid Agung Kabupaten Blora ini diambil pada tahun 1862 di masa Pemerintahan Bupati Raden Mas Adipati Ario (RMAA). Cokronegoro II. (Sumber: Dokumen Keluarga RM. Tedonoto Kusumaningrat/RR.Widyasintha)

“Wa awwalu bisaain hadzal babu yauma al isnain fi syahris sawwal wafii sanatil wawu waiddatu hijratun nabi Shallahu ‘alaihi wasallam alfu wasittaani wakhomsa wasittuuna sanah.”

Tulisan dengan huruf arab berbunyi seperti diatas ini dapat dijumpai dalam lembaran arsip keluarga RM Tejonoto Kusumaningrat yang tersimpan dalam perpustakaan keluarga. Dapat diterjemahkan sebagai berikut:

Mulai berdirinya koi di hari Senin di tahun Wawu Hijrah Nabi 1265. Dalam tahun Jawa 1775 dan tahun Walanda 1846. Inilah tahun pemugaran pertama dari Masjid Baitunnur yang dicatat dalam arsip sejarah. Tulisan arab itu juga dapat ditemui di atas koi gapura di serambi depan tiang gapura masjid yang bertanda dengan sengkala. Sengkala adalah angka tahun yang disimbolkan dengan kata-kata, gambar, atau benda. Tahun pendirian masjid ditandai dengan sengkala Catur Ing Pandhita Sabdaning Ratu yang artinya 1774.

Masjid Agung Baitunnur terletak di Jl. Alun-alun Barat No.1, Kauman, Kecamatan Blora Kota, Kabupaten Blora didirikan pertama kali oleh Raden Tumenggung (RT) Jayeng Tirtonoto pada tahun 1774 M. Pada saat itu, pemerintahan Kabupaten Blora dibawah kasunanan Surakarta RT Jayeng Tirtonoto dari tahun 1762 hingga tahun 1782.

Karena wilayah kekuasaannya semakin luas, RT Jayeng kemudian babat alas (gerumbul) untuk membangun rumah kabupaten berikut alun-alunnya. Setelah selesai membangun rumah kabupaten dilanjutkan dengan membangun masjid. Saat didirikan, masjid dibangun dengan menggunakan bangunan kayu. Baru 71 tahun kemudian dipugar dengan menggantinya menjadi bangunan tembok.

Di masa pemerintahan RT Jayeng Tirtonoto, masjid telah memiliki bedug. Bedug terbuat dari pohon jati utuh yang berlubang (growong) di tengahnya. Pohon jati ini ditemukan RT Jayeng Tirtonoto di sebuah tempat yang kelak tempat tersebut dinamakan Desa Growong. Pohon jati dipotong menjadi 3 bagian untuk membuat 3 bedug. Bedug pertama diperuntukkan Masjid Agung Surakarta yang diambilkan dari potongan pohon jati di bagian pangkal. Sementara potongan di bagian tengah diperuntukkan Masjid Agung Blora, dan di bagian pucuk untuk Masjid Ngadipurwo. (Bersambung..)

 

Laporan : INDES JATENG/ ADIRIN

Related posts

Peringati Hari Kebangkitan Nasional, Camat Bilang Begini

Pemdes Bantar Jati Bersama Masyarakat Laksanakan BBGRM XX 2023 di Dua Titik

Ini Kata Kades Agom Maryono Di Akhir-Akhir Jabatannya

2 komentar

Ndang 14/05/2019 - 01:02

Saya melihat foto raden tumenggung cakranegara. Dapat dari ig orang belanda dia punya akses ke web museum volkenkunde denhaag

Ndang 14/05/2019 - 01:04

Tahun 1862

Add Comment