Pemerhati Kebijakan Hukum dan Publik, Dr. Dwi Seno Wijanarko, S.H., M.H., CPCLE; Angkat Bicara Soal Oknum Anggota NGO TOPAN -AD yang Diduga Melakukan Pemerasan ke Sejumlah Sekolah

BEKASI, INFODESAKU – NGO Topan AD kini berubah nama menjadi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Tim Observasi Pengguna Anggaran Negara dan Aset Daerah (TOPAN -AD) hal ini di lakukan adanya dugaan pemerasaan yang dilakukan oknum anggotanya ke sejumlah sekolah SMA/SMK di wilayah Kota Bekasi.

Menanggapi adanya pemberitaan di berbagai media online, DR. Dwi Seno Wijanarko, SH, MH, CPCLE, berpendapat bahwa LSM, NGO TOPAN – AD Terlalu melampaui fungsi sebagai contro sosial.

“Sungguh sangat disayangkan perbuatan yang dilakukan oknum LSM TOPAN-AD yang memanfaatkan situasi disaat pandemi demi mencari panggung, Sudah jelas kewajiban dari LSM adalah mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan golongan, dan seharusnya lebih mementingkan kepentingan negara dari pada mementingkan kepentingan perorangan dan senantiasa ikut serta dalam mengamankan negara kesatuan republik indonesia,”imbuhnya.

Seno menambahkan tidak sepantasnya oknum Anggota LSM TOPAN bergaya Koboy dan premanisme dalam menjalankan fungsinya dalam observasi ke sekolah ataupun ke lembaga pemerintahan.

“Ini bukan mengintervensi pihak sekolah demi menghasilkan keuntungan semata dengan gaya koboi dan premanisme, ya namanya observasi yang wajar saja, yang punya kewenangan untuk mengaudit inspektirat dan BPKP bukan LSM, tugas LSM sebagai kontrol sosial atau sebagai monitoring, nah yang jadi pertanyaan apakah NGO Topan AD yang kini berubah nama menjadi LSM TOPAN – AD sudah terdaftar dan legal secara hukum?”, pungkas DR. Dwi Seno.

Di tempat terpisah, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Wilayah III Asep Sudarsono mengatakan, praktik pembiayaan pendidikan di sejumlah sekolah memang tidak dilarang, mengacu kepada peraturan pemerintah no 48 dan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 75 tahun 2016 tentang standar pembiayaan, Di pasal 48 bahwa pembiayaan pendidikan itu berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan orang tua,” kata Asep.

Asep menambahkan terkait dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat tentang program pembebasan iuran bulanan atau SPP SMA/SMK sederajat, hal itu tidak serta merta menggratiskan biaya pendidikan.

“Ada kebijakan dari Pemprov Jabar diberikan biaya pendidikan yaitu namanya BOPD (Biaya Operasional Pendidikan Daerah),
Dalam kebijakan tersebut, setiap siswa diberikan pembiayaan sebesar Rp150.000 – Rp160.000 per bulan untuk meringankan biaya SPP,
Jadi bukan meniadakan (biaya SPP), tapi nanti misalkan contoh begini, sekolah punya 10 program terus biaya yang masuk itu ada BOS, ada BOPD,” ucapnya dan apabila ada kekurangan dari rencana biaya yang seharusnya 10 program hanya mampu membiayai enam program, maka empat program ini ditawarkan oleh orang tua untuk bekerja sama,” terangnya.

Asep menjelaskan, pihaknya akan terus mensosialisasikan program Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait BOPD.

“Setiap sekolah dalam hal menentukan biaya pendidikan, harus melibatkan komite sekolah atau orangtua siswa agar tercipta kesepakatan untuk kerja sama program pendidikan, Kepala sekolah menyampaikan program kepada komite, komite berusaha memberikan sumbangan, bisa dari orang tua, bisa dari alumni, bisa dari CSR perusahaan, bisa bermacam-macam, jadi bukan berarti bebas, untuk yang tidak mampu memang ada bebas untuk KETM (Keluarga Ekonomi Tidak Mampu), itu bahkan dibiayai oleh Pemda oleh Pemprov Jawa Barat, misalkan yang tidak mampu, itu dibebaskan dari segala kewajiba,” pungkas Asep.

Laporan : Yani

Related posts

Bangkit Pasca Pandemi Penjualan Mobil Niaga Bekas Makin Menggeliat

Ini Penjelasan Ibu Tuti Selaku Penjual Tanah seluas 4.173 M³ Yang di Klaim Warga

Peringati Hari Kebangkitan Nasional, Camat Bilang Begini